Thursday 26 December 2013

Pemikiran Organisasi Yang Keliru

Pemikiran Organisasi Yang Keliru
Oleh: Sholihul Hady


Organisasi adalah wadah dimana kita dapat belajar mengenai memanaje orang lain, cara kita membagi waktu dan..... tetapi banyak juga yang berpendapat bahwa organisasi adalah salah satu alat untuk mencapai kesuksesan, karena mereka berfikir bahwa dengan adanya oranisasi mereka mendapatkan banyak koneksi yang akan membawa pada kesuksesan.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas jauh mengenai pengertian organisasi atau cara sukses organisasi atau apalah itu, tetapi saya akan membahas mengenai pemikiran yang keliru di dalam kebanyakan organisasi.
Dalam organisasi pastinya banyak agenda kegiatan-kegiatan yang akan dijalankan entah dalam satu peride ataukan dalam satu tahun, seperti kongres, rapat kerja, konsolodasi,  diskusi, dan acara-acara lainnya yang memang sudah menjadi agenda khusus organisasi tersebut, dalam hal ini saya akan menitik beratkan kepada rapat untuk membahas acara tertentu (ta’aruf, bakti sosial, dan lain lain).
Kita tahu bahwa jika kita ingin mengadakan suatu acara harus ada perumusan-perumusan yang matang terlebih dahulu agar acara yang akan kita jalankan berjalan dengan lancar, perumusan tersebut tuang dalam bentuk rapat, selain itu juga rapat bertujua untuk mempersiapkan sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan dalam kegiatan yang akan diadakan, seperti konsumsi, acara, perelatan dan perlengkan, dokumentasi, dll. Tetapi dalam kebanyakan rapat yang diadakan organisasi terdapat pandangan yang keliru bahkan menjadi budaya yang sering kita lakukan dalam organisasi, bahkan sampai mengakar dalam organisasi. Di sinilah saya akan menceritakan sedikit pengalaman yang saya rasakan setelah saya mengikuti beberapa organisasi, dan dari oranisasi tersebut saya mendapatkan banyak ilmu, pembelajaran, dan pengalaman.
kejadiannya seperti ini.....kebanyakan, dalam rapat yang sudah menjadi agenda wajib organisasi itu sendiri, bidang di dalam organisasi telah menentukan panitia-panitia yang akan menjalankan acara tersebut. Dalam setiap rapat pasti ada kendala-kendala yang akan dihadapi seperti, sebelum memulai rapat terlambat datang, jam yang ngaret, kumpulnya lama, termasuk nunggunya juga lama. Permasalahan pada saat rapat seperti, perselisihan kerena adu argumen, bahkan sampai-sampai terjadi konflik karena tidak sepemahaman.
Setelah panitia kumpul dan yang kumpul itu sedikit, disinilah terjadi pandangan yang sangat-sangat keliru tadi diterapkan. Pada saat rapat tersebut dihadiri oleh sedikit panitia, maka pemimpin rapat tersebut akan memarahi atau lebih tepatnya menyindir dan menyalahkan panitia rapat yang hadir. Padahal kalau menurut saya pribadi sebagai orang awam, orang-orang/panitia yang hadir dalam rapat adalah orang-orang yang totalitas dalam organisasi dan ingin menyukseskan acara tersebut. Maka timbul dalam benak saya pertanyaan-pertanyaan bahwa:
1.    Kenapa yang hadir dalam rapat harus kena marah, padahal yang harus disalahkan adalah mereka yang tidak hadir dalama rapatkan?
2.    Kenapa panitia  yang memiliki totalitas tadi harus menjadi sasaran karena masalah panitia yang ikut rapat sedikit?
3.    Apakah mereka yang datang rapat, seakan-akan hanya datang untuk menyerakhan dirinya untuk dimarahi dan disalahkan saja?
4.    Apakah ketua organisasi atau ketua acara tidak takut akan panitia-panitia yang  loyal tadi akan meninggalkan organisasi, jika kebudayaan yang keliru itu masih menjadi kebiasaan dan mengakar dalam organisasi?
5.    Apa yang teradi bila pamikirang yang keliru tersebut masih dipakai?
Saya tidak habis pikir dengan kekeliruan organisasi yang seperti itu, apa yang terjadi kalau semua organisasi melakukan hal tersebut. selama saya mengikuti organisasi di dalam kampus atau di luar kampus, semua organisasi sama saja masih melakukan hal-hal semacam itu. Apakah menurut anda hal tersebut pantas diterapkan dan mungkin ditanakkan dalam organisasi?
Maka saya hanya ingin saling mengingatkan kepada yang mempunyai kekuasa baik itu ketua, wakil, sekertaris, ataupun bendahara di organisasi atau dalam acara tertentu. Jangan sampai hal tersebut terjadi karena tidak ada untungnya di terapkan dalam organisasi. Kita bertujuan ingin memajukan organisasi dan menyukseskan acara tetapi kita mencederai anggota-anggotanya yang dengan perbuatan seperti itu...apa jadinya nanti organisasi yang akan kita pimpin tersebut, mungkin akan ditinggalkan.
Hal yang paling dibutuhkan dalam setia organisasi adalah rasa kekeluargaan,keharmonisan, memiliki, menyayangi, dan menjaga anggota-anggota dan  organisasi itu sendiri, bukan saling menyalahkan dan tidak percaya.




Friday 8 March 2013

TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN TEORI NILAI GUNA (UTILITY)


TEORI TINGKAH LAKU KONSUMEN
TEORI NILAI GUNA (UTILITY)

  
BAB 1
PENDAHULUAN

            Dalam bab empat telah diterangkan mengenai sifat permintaan seseorang atau masyarakat ke atas suatu barang. Telah dijelaskan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, maka semakin sedikit permintaan atas barang itu. Sebaliknya, semakin rendah harga barang tersebut, semakin banyak permintaan terhadap barang itu. Bab ini dan bab berikut akan mendalami lebih lanjut pembicaraan tentang sifat permintaan masyarakat. Analisis dalam bab ini akan menerangkan dua hal berikut :
1.      Alasan para pembeli/konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga yang lebih rendah dan mengurangi pembeliaannya pada harga barang yang tinggi
2.      Bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.
  


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teori Perilaku Konsumen
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan: Pendekatan Nilai guna (utiliti) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam pendekatan nilai guna cardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna ordinal, Manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak dikuantifikasi. Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan bantuan Kurva kepuasan sama yaitu kurva yang menggambarkan gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama.
            Teori Nilai Guna (utility)
Didalam teori ekonomi kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan barang-barang dinamakan nilai guna atau utility. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka makin tinggilah nilai gunanya atau utilitinya.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian: nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.
Hipotesis Utama Teori Nilai Guna
Hipotesis utama teori nilai guna, atau lebih dikenal sebagai Hukum nilai guna marjinal yang semakin menurun, menyatakan bahwa tambahan nilai guna yang diperoleh seseorang dari mengkonsumsikan suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya ke atas barang tersebut. Pada akhirnya tambahan nilai guna akan menjadi negatif yaitu apabila konsumsi ke atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilai guna total akan menjadi semakin sedikit. Pada hakikatnya hipotesis tersebut menjelaskan bahwa pertambahan yang terus-menerus dalam megkonsumsi suatu barang tidak secara terus-menerus menambah kepuasan yang dinikmati orang yang mengkonsumsikannya.
Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan jasa akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendapatan, selera konsumen, dan harga barang, disaat kondisi yang lain tidak berubah (ceteris paribus). Perilaku konsumen ini didasarkan pada Teori Perilaku Konsumen yang menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya, dapat membeli berbagai barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu sesuai dengan apa yang diharapkannya.
TABEL 7.1
Nilai Guna Total dan Nilai Guna Marjinal dalam Angka
Jumlah buah mangga yang dimakan
Nilai guna total
Nilai guna marginal
0
0
-
1
30
30
2
50
20
3
65
15
4
75
10
5
83
8
6
87
4
7
89
2
8
90
1
9
89
-1
10
85
-4
11
78
-7

B.     PENDEKATAN PERILAKU KONSUMEN
Pendekatan untuk mempelajari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang:
1.Pendekatan Kardinal
2.Pendekatan Ordinal
Asumsi: Konsumen bersikap rasional Dengan anggaran yang tersedia, konsumen berusaha memaksimalkan kepuasan totalnya dari barang yang dikonsumsinya.
1.) Pendekatan Kardinal
a.       Kepuasan konsumsi dapat diukur dengan satuan ukur.
b.      Makin banyak barang dikonsumsi makin besar kepuasan
c.       Terjadi hukum The law of deminishing Marginal Utility pada tambahan kepuasan setiap satu satuan.Setiap tambahan kepuasan yang diperoleh dari setiap unit tambahan konsumsi semakin kecil.( Mula – mula kepuasan akan naik sampai dengan titik tertentu atau saturation point tambahan kepuasan akan semakin turun ).Hukum ini menyebabkan terjadinya Downward sloping MU curva. Tingkat kepuasan yang semakin menurun ini dikenal dengan hukum Gossen.
d.      Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika konsumen memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar mahal, sebaliknya jika kepuasan yang dirasakan konsumen redah maka dia hanya akan mau membayar dengan harga murah.
Pendekatan kardinal biasa disebut sebagai Daya guna marginal.

2.) Pendekatan Ordinal

Kelemahan pendekatan kardinal terletak pada anggapan yang digunakan bahwa kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya pengukuran semacam ini sulit dilakukan.Pendekatan ordinal mengukur kepuasan konsumen dengan angka ordinal (relatif).Tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan kurva indiferens(kurva yg menunjukkan tingkat kombinasi jumlah barang yang dikonsumsi yang menghasilkan tingkat kepuasan yang sama).
Ciri-ciri kurva indiferens:
1.      Mempunyai kemiringan yang negatif (konsumen akan mengurangi konsumsi barang yg satu apabila ia menambah jumlah barang lain yang di konsumsi)
2.      Cembung ke arah titik origin, menunjukkan adanya perbedaan proporsi jumlah yang harus ia korbankan untuk mengubah kombinasi jumlah masing-masing barang yang dikonsumsi (marginal rate of substitution)
3.      Tidak saling berpotongan, tidak mungkin diperoleh kepuasan yang sama pada suatu kurva indiferens yang berbeda.

C.     Cara Memaksimumkan Nilai Guna

Kerumitan yang ditimbulkan untuk menentukan susunan atau komposisi dan jumlah barang yang akan mewujudkan nilai guna yang maksimum bersumber dari perbedaan harga-harga berbagai barang. Kalau harga barang adalah bersamaan, nilai guna akan mencapai tingkat yang maksimum apabila nilai guna marjinal dari setiap barang adalah sama.

D.    Syarat Pemaksimuman Nilai Guna
Dalam keadaan dimana harga-harga berbagai macam barang adalah berbeda. Syarat yang harus dipenuhi agar barang-barang yang dikonsumsikan akan memberikan nilai guna yang maksimum adalah: Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit tambahan berbagai jenis barang akan memberikan nilai guna marjinal yang sama besarnya.
E.     Teori Nilai Guna dan Teori Permintaan
Dengan menggunakan teori nilai guna dapat diterangkan sebabnya kurva permintaan bersifat menurun dari kiri atas ke kanan bawah yang menggambarkan bahwa semakin rendah harga suatu barang, semakin banyak permintaan ke atasnya. Ada 2 faktor yang menyebabkan permintaan keatas suatu barang berubah apabila harga barang itu mengalami perubahan: Efek penggantian dan Efek pendapatan.
1.      Efek Penggantian
Perubahan suatu barang mengubah nilai guna marjinal per rupiah dari barang yang mengalami perubahan harga tersebut. Kalau harga mengalami kenaikan, nilai guna marjinal per rupiah yang diwujudkan oleh barang tersebut menjadi semakin rendah. Misal, harga barang A bertambah tinggi, maka sebagai akibatnya sekarang MU barang A/PA menjadi lebih kecil dari semula. Kalau harga barang-barang lainnya tidak mengalami perubahan lagi maka perbandingan diantara nilai guna marjinal barang-barang itu dengan harganya (atau nilai guna marjinal per rupiah dan barang-barang itu) tidak mengalami perubahan. Dengan demikian, untuk barang B misalnya, MU barang B/PB yang sekarang adalah sama dengan sebelumnya. Berarti sesudah harga barang A naik, keadaan yang berikut berlaku:
http://she2008.files.wordpress.com/2010/06/gambar-8.jpg?w=570
Dalam keadan seperti diatas, nilai guna akan menjadi bertambah banyak (maka kepuasan konsumen akan menjadi bertambah tinggi) sekiranya konsumen itu membeli lebih banyak barang B dan mengurangi pembelian barang A. kedaan diatas menunjukkan bahwa kalau harga naik, permintaan terhadap barang yang mengalami kenaikan harga tersebut akan menjadi semakin sedikit.
Dengan cara yang sama sekarang tidak susah untuk menunjukkan bahwa penurunan harga menyebabkan permintaan ke atas barang yang mengalami penurunan harga itu akan menjadi bertambah banyak. Penurunan harga menyebabkan barang itu mewujudkan nilai guna marjinal per rupiah yang lebih tinggi daripada nilai guna marjinal per rupiah dari barang-barang lainnya yang tak berubah harganya. Maka, karena membeli barang tersebut akan memaksimumkan nilai guna, permintaan ke atas barang tersebut menjadi bertambah banyak apabila harganya bertambah rendah.
2.      Efek Pendapatan
Kalau pendapatan tidak mengalami perubahan maka kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil menjadi semakin sedikit. Dengan perkataan lain, kemampuan pendapatan yang diterima untuk membeli barang-barang menjadi bertambah kecil dari sebelumnya. Maka kenaikan harga menyebabkan konsumen mengurangi jumlah berbagai barang yang dibelinya, termasuk barang yang mengalami kenaikan harga. Penurunan harga suatu barang menyebabkan pendapatan riil bertambah, dan ini akan mendorong konsumen menambah jumlah barang yang dibelinya. Akibat dari perubahan harga kepada pendapatan ini, yang disebut efek pendapatan, lebih memperkuat lagi efek panggantian didalam mewujudkan kurva permintaan yang menurun dari kiri atas ke kanan bawah.
F.      Surplus Konsumen
Teori nilai guna dapat pula menerangkan tentang wujudnya kelebihan kepuasan yang dinikmati oleh para konsumen. Kelebihan kepuasan ini, dalam analisis ekonomi, dikenal sebagai surplus konsumen. Surplus konsumen pada hakikatnya berarti perbedaan diantara kepuasan yang diperoleh seseorang didalam mengkonsumsikan sejumlah barang dengan pembayaran yang harus dibuat untuk memperoleh barang tersebut. Kepuasan yang diperoleh selalu lebih besar daripada pembayaran yang dibuat.
Contoh: Seorang konsumen pergi ke pasar membeli mangga dan bertekad membeli satu buah yang cukup besar apabila harganya Rp.1500. Sesampainya dipasar ia mendapati bahwa mangga yang diinginkannya hanya berharga Rp.1000. jadi, ia dapat memperoleh mangga yang diinginkannya dengan harga Rp.500 lebih murah daripada harga yang bersedia dibayarkannya. Nilai Rp.500 ini dinamakan Surplus Konsumen.
Contoh Tabel Konsumen yang Menikmati Mangga
Jumlah konsumsi mangga /minggu
Harga yang bersedia dibayar konsumen
Surplus konsumen jika harga mangga Rp 700/buah
Jumlah surplus konsumen
Mangga pertama
1700
1000
1000
Mangga kedua
1500
800
1800
Mangga ketiga
1300
600
2400
Mangga keempat
1100
400
2800
Mangga kelima
900
200
3000
Mangga keenam
700
0
3000
Mangga ketujuh
500


Mangga kedelapan
300






KESIMPULAN

Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan: Pendekatan Nilai guna (utiliti) cardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam pendekatan nilai guna cardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna ordinal, Manfaat atau kenikmatan yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak dikuantifikasi. Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang-barang yang akan memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan bantuan Kurva kepuasan sama yaitu kurva yang menggambarkan gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan) yang sama.
Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian: nilai guna total dan nilai guna marjinal. Nilai guna total dapat diartikan sebagai jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu. Sedangkan nilai guna marjinal berarti pertambahan (atau pengurangan) kepuasan sebagai akibat dan pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu.